Zulhas – Menteri Koordinator Bidang Pangan, Zulkifli Hasan, mengumumkan kebijakan penting bahwa impor garam konsumsi akan dilarang mulai tahun 2025. Kebijakan ini menjadi langkah strategis untuk memastikan Indonesia mencapai swasembada garam konsumsi, mengandalkan produksi dalam negeri untuk memenuhi kebutuhan nasional.
Menurut Zulkifli Hasan, ketentuan terkait pelarangan impor ini akan dituangkan dalam revisi Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 126 Tahun 2022 tentang Percepatan Pembangunan Pergaraman Nasional. Revisi ini diharapkan dapat memperkuat komitmen pemerintah dalam membangun industri garam lokal yang berdaya saing dan mandiri.
Dengan larangan impor tersebut, pemerintah berencana mendorong peningkatan produksi garam lokal, baik melalui pengembangan teknologi, pendampingan petani garam, maupun pengelolaan tata niaga yang lebih efisien. Kebijakan ini sekaligus memberikan peluang besar bagi petani garam lokal untuk mengembangkan usaha mereka dan memenuhi kebutuhan dalam negeri secara optimal.
Langkah ini juga menjadi bagian dari strategi nasional untuk mengurangi ketergantungan pada impor dan meningkatkan ketahanan pangan di sektor lain. Namun, tantangan tetap ada, termasuk kebutuhan akan modernisasi infrastruktur produksi garam dan pengelolaan stok yang lebih baik untuk menghadapi potensi fluktuasi permintaan.
Apakah Indonesia benar-benar siap untuk swasembada garam konsumsi mulai 2025? Hanya waktu yang akan menjawab, tetapi komitmen ini menunjukkan arah baru dalam kebijakan pangan nasional.
Zulhas: Impor Garam Konsumsi Dilarang Mulai 2025, Tanggung Jawab Besar Menanti
Dalam konferensi pers yang digelar di kantor Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) pada Kamis (28/11), Menteri Koordinator Bidang Pangan, Zulkifli Hasan, menegaskan bahwa Indonesia tidak akan lagi mengimpor garam konsumsi mulai tahun 2025. Kebijakan ini diatur dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 126 Tahun 2022, yang kini menjadi landasan penting untuk memperkuat swasembada garam di tanah air.
“Tahun depan kita tak boleh impor garam untuk konsumsi lagi. Itu diatur oleh Perpres 126. Jadi ini tanggung jawab yang besar,” ujar Zulkifli Hasan, menekankan beratnya tantangan yang harus dihadapi pemerintah dan pelaku industri untuk memastikan ketersediaan garam konsumsi secara mandiri.
Langkah ini menunjukkan komitmen pemerintah untuk mengoptimalkan potensi sumber daya lokal, terutama dari sektor kelautan dan perikanan. Dengan kebijakan ini, diharapkan Indonesia dapat mengurangi ketergantungan pada impor, sekaligus memberikan ruang lebih besar bagi petani dan produsen garam lokal untuk berkembang.
Namun, keberhasilan kebijakan ini akan sangat bergantung pada kesiapan infrastruktur, dukungan teknologi, dan kebijakan tata niaga yang efektif. Pemerintah juga perlu memastikan bahwa kualitas dan kuantitas garam konsumsi lokal mampu memenuhi standar kebutuhan masyarakat.
Dengan larangan impor ini, apakah Indonesia siap menjawab tantangan besar ini? Semua pihak, baik pemerintah maupun produsen, perlu bekerja sama untuk mewujudkan swasembada garam yang berkelanjutan dan menguntungkan semua pihak.
Larangan Impor Garam Industri Mulai 2027: Tantangan dan Strategi Pemerintah
Selain menghentikan impor garam konsumsi pada 2025, pemerintah juga telah menargetkan larangan impor garam industri mulai 2027. Menteri Koordinator Bidang Pangan, Zulkifli Hasan, menegaskan bahwa tanggung jawab besar ini akan dibebankan kepada Menteri Kelautan dan Perikanan (KKP), Sakti Wahyu Trenggono, untuk memastikan Indonesia mampu memproduksi garam industri secara mandiri.
“Dua tahun lagi dibebankan kepada Menteri KKP untuk garam industri, harus bisa produksi sendiri. Ini luar biasa beratnya,” ujar Zulkifli Hasan.
Menteri KKP, Sakti Wahyu Trenggono, menambahkan bahwa untuk mencapai swasembada garam, pemerintah berencana membangun model produksi di bawah pengelolaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Wilayah seperti Nusa Tenggara Timur (NTT) telah diidentifikasi sebagai daerah penghasil garam potensial, karena kandungan natrium klorida (NaCl) pada garam yang diproduksi di wilayah tersebut lebih dari 97 persen, memenuhi standar kualitas untuk garam industri.
“Yang paling penting bagi kami di KKP adalah soal hulu. Kalau hulunya melimpah, saya yakin industri bisa dibereskan karena itu masuk ke hilir,” kata Trenggono, menekankan pentingnya produksi yang stabil di tingkat petani garam untuk menopang kebutuhan industri.
Namun, tantangan menuju swasembada ini sangat besar. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), Indonesia mengimpor 2,8 juta ton garam pada 2023, naik dari 2,75 juta ton pada 2022. Sebagian besar garam impor berasal dari Australia (2,15 juta ton), diikuti oleh China, Thailand, dan negara lain.
Dengan ketergantungan yang begitu besar pada impor, pemerintah perlu memastikan bahwa strategi pengelolaan hulu hingga hilir berjalan efektif. Dukungan teknologi, peningkatan infrastruktur, serta pelibatan BUMN dan petani lokal menjadi kunci keberhasilan kebijakan ini.
Apakah Indonesia benar-benar bisa memenuhi kebutuhan garam industri secara mandiri mulai 2027? Meski tantangannya berat, komitmen pemerintah untuk mengurangi ketergantungan impor menunjukkan langkah serius menuju kemandirian sektor strategis ini.
Baca juga artikel kesehatan lainnya.